Lampungpedia.com, Lampung – Anggota DPR RI Komisi IV Fraksi PDI Perjuangan, Drh. I Ketut Suwendra, M.M menyebut kondisi ini sebagai ancaman serius terhadap kesejahteraan petani dan keberlanjutan sektor pertanian di Indonesia khususnya provinsi Lampung sebagai penghasil singkong terbesar di republik ini.
“Harga singkong yang anjlok ini adalah persoalan mendesak. Kami akan segera berkoordinasi dengan pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah untuk mencari solusi konkret,” ujar Ketut Suwendra, saat dikonfirmasi pada Kamis (12/12/24).
Ketut Suwendra mengusulkan beberapa langkah strategis untuk mengatasi persoalan ini, termasuk kebijakan stabilisasi harga melalui penetapan harga dasar yang adil bagi petani.
Selain itu, ia juga menekankan pentingnya penguatan koperasi petani untuk meningkatkan posisi tawar di pasar.
“Kami juga mendorong pengembangan industri hilir berbasis singkong, seperti tepung tapioka dan bioetanol. Dengan begitu, nilai tambah singkong bisa meningkat, dan ketergantungan pada pasar bahan mentah bisa dikurangi,” tambahnya.
Politiai PDI Perjuangan inj memastikan pihaknya juga akan fokus pada solusi jangka pendek.
“Kami akan mendorong pemerintah untuk memanggil pengusaha singkong dan perwakilan petani agar dapat merumuskan harga yang lebih berkeadilan. Kami juga mengusulkan subsidi pupuk untuk singkong guna meringankan beban petani di tengah situasi sulit ini,” tegasnya.
Anggota Komisi IV DPR RI yang membidangi Pertanian, Kehutanan dan Kelautan ini juga mengkritik tajam praktik perusahaan yang menetapkan harga tanpa mempertimbangkan beban petani.
“Petani kita dipermainkan. Perusahaan membeli singkong seharga Rp 1.025 per kilogram, lalu menerapkan potongan hingga 30 persen. Akibatnya, petani hanya menerima Rp 717,5 per kilogram,” Tambahnya.
Ia juga memaparkan bahwa dengan biaya tanam dan angkut mencapai kurang lebih Rp 20 juta per hektare, petani yang menghasilkan 30 ton singkong per tahun hanya memperoleh pendapatan bersih sekitar Rp 1,5 juta per tahun atau Rp 125 ribu per bulan.
“Angka ini jauh di bawah Upah Minimum Provinsi. Situasi ini membuat petani singkong jauh dari kata sejahtera” tambahnya.
Ketut mengatakan, Lampung merupakan daerah dengan luas lahan singkong mencapai 366.830 hektare dan produksi lebih dari 7 juta ton per tahun.
Oleh karena itu, ia mendesak pemerintah segera mengeluarkan regulasi stabilisasi harga dan menetapkan Harga Eceran Tertinggi (HET) untuk mencegah manipulasi harga oleh tengkulak dan perusahaan.
“Pemerintah harus hadir untuk melindungi petani. Jangan biarkan mereka menjadi korban praktik tidak adil seperti ini,” Tutupnya. (rls).